»

Minggu, 05 Juni 2016

Menunggu Februari 2017

Ga sabar segera Februari 2017.

Keluar dari Surabaya tercinta. Pdhl dulu aku keukeuh mau hidup di Surabaya dengan segala gemerlapnya. Kota besar yang bisa memberikan aku "kemewahan hidup", gaji lebih besar, kota sibuk dengan segala urusan bisnisnya, orang2 dengan pemikiran lebih maju, teman2 parlente yang bs diajak nongki2 & shopping2, serta tempat2 yg bisa membuat aku bermanja-manja dengan materialismenya, dan aku ingin tetap tenggelam di dalamnya, menjadi bagian dari mereka. Surabaya is my destiny, Surabaya is my dream, Surabaya is my ambition.

Tapi setelah papa sakit tahun 2015 kemarin, aku baru nyadar bahwa segala "kemewahan hidup" yang aku dapat selama ini di Surabaya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan "kenyamanan hati" bila kita dekat dengan keluarga, orang2 yang kita sayangi. Rasanya aku masih ingin di dekat orang tuaku, melayani mereka di masa tua mereka, menjadi orang yang siap sedia pasang badan disaat mereka tidak mampu melakukan sesuatu, serta memenuhi setiap kebutuhan mereka.

Aku pingin cari kerja di Pandaan, yang bisa PP tiap hari, bisa bontot masakan mama, biaya hidup jg ga banyak2 amat, bisa nabung buat beli rumah buat mama, bisa ngawasi isa sepulang aku kerja, bisa bantu2 kalo ortu butuh sesuatu.

Mungkin ini tahap pendewasaan, dimana mencari "kemewahan" berganti dengan mencari "kenyamanan", semua untuk "aku" berganti dengan semua untuk "mereka yang kusayang", gaya hidup "gengsi & hedon" berganti dengan gaya hidup "sederhana & berkecukupan", memprioritaskan "teman & karir" berganti menjadi memprioritaskan "keluarga"

Tuhan terima kasih untuk tamparan yg mengingatkan aku untuk meninggalkan segala kemewahan dunia dan kembali memprioritaskan apa yang harus diprioritaskan. Ini rencanaku, ini masa depanku, ini karirku, ini hidupku, perbuatlah yang baik seturut rencanaMu. Amin.