»

Senin, 26 September 2016

Bintang dan Bayangan



Kemarin siang kebetulan lewat Jalan Semeru dan mata ini tertuju pada papan di depan sebuah sekolah. "SLTPK Mardiwiyata", tertulis demikian. Aku lalu teringat SMP-ku sendiri, tidak jauh dari situ, mungkin hanya 5 menit dengan berjalan kaki. SMP Kristen 1 nama SMP ku :) Letaknya deket sama Mardiwiyata, pas di seberang Stadion Gajayana, dan dikelilingi SMP-SMP yang tergolong oke di Malang, ada SMP Negeri 1, ada SMP Negeri 6, ada SMP Santa Maria 2, ada SMP Mardiwiyata, sedangkan sekolahku sendiri termasuk golongan sekolah yang... yah begitulah :)

Aku tau SMP Kristen 1 bukanlah sekolah populer atau sekolah favorit di Malang. Alasan dulu aku memutuskan untuk bersekolah disitu, selain ilham dari Yang Maha Kuasa (ciieeeh), salah satunya adalah aku nggak mau satu sekolah sama kakakku. Di dekatnya aku hanyalah bayang-bayang dari seorang bintang. Sama ceritanya bagaikan SMP Kristen 1 yg dikelilingi sekolah2 yg oke itu. Kakakku pintar, dia aktif berorganisasi, dia populer, dia terkenal diantara guru2. Sedangkan aku, aku nggak pintar, nggak pernah rangking di kelas, aku nggak aktif, guru2 banyak nggak percaya bahwa aku adeknya Leli si bintang yang bersinar, aku pendiam & pemalu parah sekali, dan singkatnya aku hanyalah pecundang.

Sulit bagi diriku untuk menerima diriku sendiri sebagaimana adanya aku, sulit menerima diriku sendiri yang nyatanya hanyalah seorang pecundang. Apalagi saat itu adalah masa transisi, masa remaja, masa mencari jati diri, masa dimana aku membutuhkan sosok untuk benar2 aku teladani, dan sosok itu harusnya adalah kakakku, yang sehari-hari paling dekat denganku, yang paling mungkin untuk aku tiru. Tapi aku tau, menjadi seperti dia adalah hal yang impossible, dia terlalu wow untuk aku yang kecil dan tak berdaya ini *haizzzz*

Di masa itu aku memiliki gambar diri yang buruk. Parah pendiemnya, parah pemalunya, parah nggak pinternya, sampai mindernya minta ampun. Nggak berani ketemu orang baru, bahkan kalo ada keluarga dari papa yg datang ke rumah pun aku sembunyi di kamar & aku tinggal tidur, sampai mereka pulang baru aku berani keluar kamar. Itu gambaran betapa rusaknya gambar diriku dulu. Tapi Puji Tuhan semakin kesini, Tuhan pulihkan aku. Sekarang sih udah nggak terlalu pendiem, nggak terlalu pemalu, dan udah nggak bodo2 bgt lah, hahahaha. Tapi kalau kebetulan kalian yg baca ini adalah teman lamaku, mungkin kalian tau seberapa parahnya ineke yg dulu.

Sebagai orang Kristen, aku meyakini bahwa hidup orang percaya adalah kehidupan yang penuh berkat melimpah, kehidupan yang lebih daripada pemenang, karena Tuhan sudah menjamin melalui janji2Nya buat orang percaya. Tapi pada kenyataan yang aku hadapi, seolah2 sebaliknya. Aku hancur, aku nggak berguna, aku nggak bisa apa2. Berulang kali aku mempertanyakan Tuhan, bahkan bertaun2 aku nggak ke gereja. Aku marah sama Tuhan, aku kecewa kenapa hidupku seperti ini, orang lain bersinar sementara aku hanya menjadi bayang2. Bisa bayangkan betapa 'nggak banget'nya aku waktu itu?



Perlahan tapi pasti, sejak masuk SMP Kristen 1 aku banyak dipulihkan. Aku mulai bahagia dengan guru2 baruku yg tidak membanding2kan aku dengan si bintang, sebaliknya mereka banyak mengapresiasi kerjaku sehingga aku berubah menjadi lebih PD dan lebih semangat untuk belajar. Aku juga bahagia dengan teman2 baruku, dan aku banyak belajar tentang "kehidupan yg mendalam" dari kehidupan mereka, real life yg nggak akan aku dapatkan seandainya aku nggak sekolah disitu (mungkin aku akan cerita mengenai ini di lain waktu). Dan ini jalan Tuhan buat merubah aku, aku percaya. Mulai saat itu aku diubahkan, hidupku dipulihkan, perlahan memang, tapi pasti. Tuhan memang nggak menjawab langsung saat aku mempertanyakan, tapi Tuhan mengijinkan banyak hal untuk aku alami, aku belajar dari situ, dan itulah cara Tuhan menjawab. Dan setelah apa yg aku lalui, aku bisa berkata "God is good", bukan sekedar ucapan, tapi karena aku mengalaminya sendiri.

Sekalipun sekarang aku sudah dipulihkan, tapi tetap saja aku sedih kalo aku ingat atau aku flashback apa yg pernah terjadi padaku dulu, sakit rasanya menyadari bahwa aku hanyalah bayang-bayang dari para bintang yang ada di sekelilingku. Aku nggak banyak berguna, kehadiranku nggak banyak berdampak buat orang2 di sekelilingku. Beda sekali dengan "mereka-mereka" itu.

Kemudian tadi pagi waktu aku kembali ke Surabaya, Tuhan mengajarkanku sesuatu.

Tau kan Surabaya itu panasnya minta ampun walaupun masih pagi. Matahari nyengat bgt di kulit. Dan hobinya orang2, kalo pas kena lampu merah di traffic light itu mereka berhenti di tempat yg teduh, mereka cari pohon & berhenti di bawahnya, walaupun traffic lightnya masih jauh. Ya demi nggak kepanasan, mereka bersembunyi di bayang2 pohon. Wait... mereka bersembunyi di bayang2. and I'm the shadow. Apa keterkaitannya? Apa yg Tuhan mau ajarkan dari sini?

Tuhan mengijinkan aku dulu menjadi bayang2 dari bintang2 di sekelilingku, ternyata ada maksudnya. Yaitu untuk aku lebih dulu merasakan gimana rasanya terbuang, terhina, kenyang dengan kegagalan, berusaha mati2an tp tetep nggak membuahkan hasil, menjadi orang yg tidak berarti. Sehingga jika saat ini Tuhan ijinkan aku untuk bertemu dengan orang2 seperti itu, aku bisa menaungi dan menjangkau mereka, aku bisa lebih berempati kepada mereka yang kurang beruntung dan membutuhkan pemulihan. Karena nggak semua orang dilahirkan dalam keadaan beruntung, nggak semua menjadi bintang.

Ternyata menjadi bayang-bayang itu nggak selalu buruk. Terima kasih Tuhan kalau aku menjadi bayang-bayang dari para bintang yang bersinar di sekelilingku. Karena bayang-bayang pun Tuhan ciptakan untuk tujuan mulia, bisa menaungi mereka yang kurang beruntung dan mereka yang membutuhkan uluran tangan.